Dasar Kebahagiaan...
hmm.... ga perlu muluk2.. cm bubur beras polos ajah...
Berasnya adalah beras ketan, kualinya adalah kuali tanah liat, apinya
berasal dari batu bara. Tiap hari subuh jam 4.30, pria ini menyulut api.
Dalam kuali diisi air, untuk merendam beras yang telah dicuci. Menunggu air
mendidih, beras dimasukkan. Menggunakan api besar memasak selama 10 menit.
Setelah itu dirubah menjadi api kecil untuk direbus. Pria itu di pinggir
kompor sedang membungkuk, menggunakan gayung mengaduk-aduk dengan
perlahan-lahan.
Setengah jam kemudian, pria tersebut dengan satu tangan membawa semangkuk
bubur putih panas yang masih mengepulkan asapnya, tangan yang lain membawa
sepiring sayur asin yang telah disiram dengan minyak wijen. Masuk ke dalam
kamar tidur, memanggil istrinya untuk bangun.
Wanita itu membalikkan badan, mulutnya menggumamkan sesuatu dan tidur lagi.
Pria itu mendengarkan suara dengkur istrinya yang sedang lelap. Dia tidak
tega untuk memanggil lagi. Duduk dipinggir ranjang, mengawasi arloji dan
melihat ke wajah istrinya , lalu melihat lagi ke arloji. Wanita itu
mendadak meloncat keluar dari ranjang. Melihat arloji, tergesa-gesa
mengenakan pakaian dan turun dari ranjang, sambil berkata: Sudah terlambat, mengapa tidak membangunkan saya? Suaminya menyajikan bubur putih dan sayur asinnya sambil berkata,Jangan cemas, masih ada waktu, makanlah buburnya dulu.
Buburnya adalah bubur putih polos, tanpa ada tambahan daging ayam atau pun
telur ayam. Bubur semacam ini, menjadi sarapan pagi istrinya selama 5
tahun.
Ketika pria dan wanita ini menikah, tidak ada uang untuk pesta perkawinan,
kedua insan ini hanya meletakkan tikar mereka masing-masing menjadi satu.
Beginilah sudah jadi sekeluarga.
Pada saat malam pengantin, pria ini membawakan semangkuk bubur polos.
Buburnya putih bersih, di bawah sinar lampu memancarkan cahaya yang
berkilau. Pria itu berkata :Lambungmu tidak baik, banyak makan bubur dapat
menjaga maag. Dimakanlah bubur itu oleh istri-nya. Aroma sedap khas bubur,
tidak hanya membuat lambungnya hangat, namun juga hatinya.
Mereka sama-sama bekerja di satu pabrik. Si wanita sepanjang tahun bekerja
di pagi hari, yang pria sepanjang tahun bekerja pada malam hari. Setiap jam
empat subuh sang suami pulang dari kerja. Sedang istrinya masuk jam
setengah enam pagi. Waktu mereka untuk bersama pendek sekali hanya sekitar
1,5 jam.
Pulang dari kerja, hal pertama yang dikerjakan oleh si pria adalah menyulut
api, mengisi kuali. Pria ini hanya bisa memasak bubur polos. Namun
semangkuk bubur polos ini, ternyata telah memberi gizi kepada si wanita
hingga air mukanya merah, cantik bagaikan bunga.
Suatu hari, pabrik mengalami kerugian dan si pria terkena PHK. Akan tetapi
bagi mereka kehidupan ini masih harus dilanjutkan. Pria ini mengeluarkan
uang tabungannya yang sangat sedikit sedangkan istrinya menjual cincin emas
warisan ibunya. Mengumpulkan uang membuka satu toko kelontong. Satu
mangkuk, satu buah sapu, satu teko air. Keuntungannya tidaklah banyak.
Tetapi si pria ini mengerjakan dengan sepenuh hati. Setelah si wanita
pulang dari kantor, juga membantu mengurusi toko. Ketika tidak ada pembeli,
pria dan wanita ini duduk diantara setumpuk mangkuk, kuali, gayung serta
ember, dengan bahagia mereka berandai-andai tentang masa depan.
Si pria berkata:Setelah ada duit, toko cabang akan saya buka dimana-mana.
Istrinya menyahut,Waktu itu saya juga tidak perlu kerja lagi, setiap hari
di rumah membuat beraneka ragam makanan untukmu. Pria itu berkata,Mana
perlu dirimu memasak, ingin makan apa, kita langsung pergi ke restoran
saja. Dengan manja istrinya bilang,Tidak, saya selalu ingin makan masakan
bubur polosmu. Pria ini langsung merangkul pundak si wanita, matanya agak
membasah.
Pria ini masih saja setiap hari bangun dari tidur tepat pukul 4.30 subuh,
menyulut api memasak bubur. Sambil memasak, memikirkan dalam toko sedang
kekurangan barang apa. Kadang kala konsentrasinya terpecah. Buburnya hangus
di dasar kuali, kadang pula jika ia terlalu lelah dan mengantuk, buburnya
meluber keluar dari kuali. Suatu hari istrinya bangun pagi hari. Bubur di
atas kompor sedang mendidih mengeluarkan buih ombak. Sedangkan suaminya
tidur terlelap dengan kepala di topangkan di atas lutut. Dengan perlahan
dan hati-hati si istri memeluk kepala suaminya, hatinya merasa sakit
bagaikan ditarik-tarik.
Sejak saat itu, wanita ini menolak dengan tegas jika suaminya ingin
memasakkan bubur untuk dirinya. Karena ia melihat si suami sungguh terlalu
lelah.
Perdagangan si pria kian hari kian lancar, sampai pada tahun ke tujuh,
supermarket cabangnya sungguh telah buka dimana-mana. Si wanita sudah
mengundurkan diri dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga
sepenuhnya. Mereka telah membeli sebuah rumah besar, dapurnya dilengkapi
dengan sangat indah dan unik, yang kurang hanya bau asap api. Karena waktu
untuk pulang makan si pria ini, semakin lama semakin sedikit. Dia selalu
sibuk, terlalu banyak jamuan makan malam, kadang dalam satu malam ia harus
menghadiri empat jamuan makan malam. Mula-mula wanita ini menggerutu, tapi
si pria bilang,Bukankah semua ini demi keluarga? Bukankah semua ini agar
kamu bisa hidup lebih nyaman?? Akhir-nya si wanita capai sendiri, lambat
laun juga sudah terbiasa.
Wanita ini sudah sangat lama sekali tidak pernah makan bubur polos.
Suatu hari, mendadak pria ini diberitahu agar menghadiri pemakaman dari
seorang temannya. Dia heran, mengapa beberapa hari lalu temannya ini masih
baik-baik saja, hari ini orangnya telah tiada? Di dalam rumah duka, dia
melihat istri temannya ini. Yang dulunya sangat cantik dan anggun, dalam
semalam menjadi pucat, lesu dan tua. Dia menangis tersedu-sedu. Dalam
mulutnya menggumamkan kata-kata:Siapa yang akanmengantarku kerja dan
menjemputku pulang kerja? Siapa yang akan menalikan sepatu untukku ??
Si pria itu merasa sesak nafasnya, terpikirkan akan istrinya. Sekilas
terkenang kebiasaannya dulu di pagi hari, memasakkan bubur untuk istrinya,
terpikir juga olehnya ketika istrinya menerima semangkuk bubur polos itu,
matanya memancarkan sinar kebahagiaan dan kepuasan.
Si pria ini bergegas pulang ke rumah. Membuka pintu, melihat istrinya yang
sedang meringkuk tidur di atas sofa. Televisi masih menyala, home theater
juga masih menyala. Di atas meja ruang tamu berserakan penuh dengan
berbagai jenis majalah mode. Pria ini berlutut di depan sofa, tangannya
dengan perlahan membelai rambut wanita ini. Air muka wanita ini suram, di
dalam kerutan-kerutan halus, wajahnya telah tertulis penuh kehampaan.
Dia mengambil selimut untuk menyelimuti wanita ini. Mendadak wanita ini
terjaga dari tidurnya. Melihat si pria, wanita ini mengusap-usap matanya.
Setelah memastikan itu adalah suaminya, raut wajahnya segera memerah.
Wanita ini bergegas untuk berdiri. Kamu mungkin belum makan, akan saya
buatkan. Si pria tiba-tiba memeluknya dari belakang,Tidak, biarkan saya
yang memasakkanmu bubur polos. Hampir setengah hari wanita ini tidak
mengeluarkan sepatah kata. Ada tetesan air mata hangat, yang menetes di
tangan suaminya.
Hari itu, si pria sambil memasak bubur, dia berpikir,Sebenarnya beraneka macam variasi produk bubur, tidak bisa me-ninggalkan bubur polos sebagai dasarnya. Dan segala kebahagiaan yang ada hanyalah di dasari oleh bubur polos, selain itu hanyalah sebagai penyedap.
Berasnya adalah beras ketan, kualinya adalah kuali tanah liat, apinya
berasal dari batu bara. Tiap hari subuh jam 4.30, pria ini menyulut api.
Dalam kuali diisi air, untuk merendam beras yang telah dicuci. Menunggu air
mendidih, beras dimasukkan. Menggunakan api besar memasak selama 10 menit.
Setelah itu dirubah menjadi api kecil untuk direbus. Pria itu di pinggir
kompor sedang membungkuk, menggunakan gayung mengaduk-aduk dengan
perlahan-lahan.
Setengah jam kemudian, pria tersebut dengan satu tangan membawa semangkuk
bubur putih panas yang masih mengepulkan asapnya, tangan yang lain membawa
sepiring sayur asin yang telah disiram dengan minyak wijen. Masuk ke dalam
kamar tidur, memanggil istrinya untuk bangun.
Wanita itu membalikkan badan, mulutnya menggumamkan sesuatu dan tidur lagi.
Pria itu mendengarkan suara dengkur istrinya yang sedang lelap. Dia tidak
tega untuk memanggil lagi. Duduk dipinggir ranjang, mengawasi arloji dan
melihat ke wajah istrinya , lalu melihat lagi ke arloji. Wanita itu
mendadak meloncat keluar dari ranjang. Melihat arloji, tergesa-gesa
mengenakan pakaian dan turun dari ranjang, sambil berkata: Sudah terlambat, mengapa tidak membangunkan saya? Suaminya menyajikan bubur putih dan sayur asinnya sambil berkata,Jangan cemas, masih ada waktu, makanlah buburnya dulu.
Buburnya adalah bubur putih polos, tanpa ada tambahan daging ayam atau pun
telur ayam. Bubur semacam ini, menjadi sarapan pagi istrinya selama 5
tahun.
Ketika pria dan wanita ini menikah, tidak ada uang untuk pesta perkawinan,
kedua insan ini hanya meletakkan tikar mereka masing-masing menjadi satu.
Beginilah sudah jadi sekeluarga.
Pada saat malam pengantin, pria ini membawakan semangkuk bubur polos.
Buburnya putih bersih, di bawah sinar lampu memancarkan cahaya yang
berkilau. Pria itu berkata :Lambungmu tidak baik, banyak makan bubur dapat
menjaga maag. Dimakanlah bubur itu oleh istri-nya. Aroma sedap khas bubur,
tidak hanya membuat lambungnya hangat, namun juga hatinya.
Mereka sama-sama bekerja di satu pabrik. Si wanita sepanjang tahun bekerja
di pagi hari, yang pria sepanjang tahun bekerja pada malam hari. Setiap jam
empat subuh sang suami pulang dari kerja. Sedang istrinya masuk jam
setengah enam pagi. Waktu mereka untuk bersama pendek sekali hanya sekitar
1,5 jam.
Pulang dari kerja, hal pertama yang dikerjakan oleh si pria adalah menyulut
api, mengisi kuali. Pria ini hanya bisa memasak bubur polos. Namun
semangkuk bubur polos ini, ternyata telah memberi gizi kepada si wanita
hingga air mukanya merah, cantik bagaikan bunga.
Suatu hari, pabrik mengalami kerugian dan si pria terkena PHK. Akan tetapi
bagi mereka kehidupan ini masih harus dilanjutkan. Pria ini mengeluarkan
uang tabungannya yang sangat sedikit sedangkan istrinya menjual cincin emas
warisan ibunya. Mengumpulkan uang membuka satu toko kelontong. Satu
mangkuk, satu buah sapu, satu teko air. Keuntungannya tidaklah banyak.
Tetapi si pria ini mengerjakan dengan sepenuh hati. Setelah si wanita
pulang dari kantor, juga membantu mengurusi toko. Ketika tidak ada pembeli,
pria dan wanita ini duduk diantara setumpuk mangkuk, kuali, gayung serta
ember, dengan bahagia mereka berandai-andai tentang masa depan.
Si pria berkata:Setelah ada duit, toko cabang akan saya buka dimana-mana.
Istrinya menyahut,Waktu itu saya juga tidak perlu kerja lagi, setiap hari
di rumah membuat beraneka ragam makanan untukmu. Pria itu berkata,Mana
perlu dirimu memasak, ingin makan apa, kita langsung pergi ke restoran
saja. Dengan manja istrinya bilang,Tidak, saya selalu ingin makan masakan
bubur polosmu. Pria ini langsung merangkul pundak si wanita, matanya agak
membasah.
Pria ini masih saja setiap hari bangun dari tidur tepat pukul 4.30 subuh,
menyulut api memasak bubur. Sambil memasak, memikirkan dalam toko sedang
kekurangan barang apa. Kadang kala konsentrasinya terpecah. Buburnya hangus
di dasar kuali, kadang pula jika ia terlalu lelah dan mengantuk, buburnya
meluber keluar dari kuali. Suatu hari istrinya bangun pagi hari. Bubur di
atas kompor sedang mendidih mengeluarkan buih ombak. Sedangkan suaminya
tidur terlelap dengan kepala di topangkan di atas lutut. Dengan perlahan
dan hati-hati si istri memeluk kepala suaminya, hatinya merasa sakit
bagaikan ditarik-tarik.
Sejak saat itu, wanita ini menolak dengan tegas jika suaminya ingin
memasakkan bubur untuk dirinya. Karena ia melihat si suami sungguh terlalu
lelah.
Perdagangan si pria kian hari kian lancar, sampai pada tahun ke tujuh,
supermarket cabangnya sungguh telah buka dimana-mana. Si wanita sudah
mengundurkan diri dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga
sepenuhnya. Mereka telah membeli sebuah rumah besar, dapurnya dilengkapi
dengan sangat indah dan unik, yang kurang hanya bau asap api. Karena waktu
untuk pulang makan si pria ini, semakin lama semakin sedikit. Dia selalu
sibuk, terlalu banyak jamuan makan malam, kadang dalam satu malam ia harus
menghadiri empat jamuan makan malam. Mula-mula wanita ini menggerutu, tapi
si pria bilang,Bukankah semua ini demi keluarga? Bukankah semua ini agar
kamu bisa hidup lebih nyaman?? Akhir-nya si wanita capai sendiri, lambat
laun juga sudah terbiasa.
Wanita ini sudah sangat lama sekali tidak pernah makan bubur polos.
Suatu hari, mendadak pria ini diberitahu agar menghadiri pemakaman dari
seorang temannya. Dia heran, mengapa beberapa hari lalu temannya ini masih
baik-baik saja, hari ini orangnya telah tiada? Di dalam rumah duka, dia
melihat istri temannya ini. Yang dulunya sangat cantik dan anggun, dalam
semalam menjadi pucat, lesu dan tua. Dia menangis tersedu-sedu. Dalam
mulutnya menggumamkan kata-kata:Siapa yang akanmengantarku kerja dan
menjemputku pulang kerja? Siapa yang akan menalikan sepatu untukku ??
Si pria itu merasa sesak nafasnya, terpikirkan akan istrinya. Sekilas
terkenang kebiasaannya dulu di pagi hari, memasakkan bubur untuk istrinya,
terpikir juga olehnya ketika istrinya menerima semangkuk bubur polos itu,
matanya memancarkan sinar kebahagiaan dan kepuasan.
Si pria ini bergegas pulang ke rumah. Membuka pintu, melihat istrinya yang
sedang meringkuk tidur di atas sofa. Televisi masih menyala, home theater
juga masih menyala. Di atas meja ruang tamu berserakan penuh dengan
berbagai jenis majalah mode. Pria ini berlutut di depan sofa, tangannya
dengan perlahan membelai rambut wanita ini. Air muka wanita ini suram, di
dalam kerutan-kerutan halus, wajahnya telah tertulis penuh kehampaan.
Dia mengambil selimut untuk menyelimuti wanita ini. Mendadak wanita ini
terjaga dari tidurnya. Melihat si pria, wanita ini mengusap-usap matanya.
Setelah memastikan itu adalah suaminya, raut wajahnya segera memerah.
Wanita ini bergegas untuk berdiri. Kamu mungkin belum makan, akan saya
buatkan. Si pria tiba-tiba memeluknya dari belakang,Tidak, biarkan saya
yang memasakkanmu bubur polos. Hampir setengah hari wanita ini tidak
mengeluarkan sepatah kata. Ada tetesan air mata hangat, yang menetes di
tangan suaminya.
Hari itu, si pria sambil memasak bubur, dia berpikir,Sebenarnya beraneka macam variasi produk bubur, tidak bisa me-ninggalkan bubur polos sebagai dasarnya. Dan segala kebahagiaan yang ada hanyalah di dasari oleh bubur polos, selain itu hanyalah sebagai penyedap.
God Bless
Comments